“Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah
pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik di
kelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya
memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya. Yang bisa saya
katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang
diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada.
Di sini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa
saya telah selesai mengikuti periode
indoktrinasi ini. Saya akan
pergi musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang diharapkan kepada saya,
setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya
telah sanggup bekerja.
Tetapi saya
adalah seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan
pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di
dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan
kalau saya adalah budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku
secara ekstrim baik. Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian
menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan
menjadi pengikut ujian yang terhebat.
Saat anak-anak
lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR mereka karena asyik membaca hobi-hobi
mereka, saya sendiri tidak pernah lalai mengerjakan PR saya. Saat yang lain
menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil ekstra SKS, walaupun saya
tidak membutuhkan itu. Jadi, saya penasaran, apakah benar saya ingin menjadi
lulusan terbaik? Tentu, saya pantas menerimanya, saya telah bekerja keras untuk
mendapatkannya, tetapi apa yang akan saya terima nantinya? Saat saya
meninggalkan institusi pendidikan, akankah saya menjadi sukses atau saya akan
tersesat dalam kehidupan saya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar